Pengertian Kecerdasan Emosional Menurut Goleman

Pengertian kecerdasan emosional (Emotional Quotient) adalah kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.  

Pengertian Kecerdasan Emosional Menurut Goleman

Kecerdasan emosional tersebut menurut Golemen dipilah menjadi dua sisi yaitu: (1) kecakapan pribadi yang terdiri atas kesadaran diri (self awareness), pengaturan diri (self regulation), motivasi (motivation); dan (2) kecakapan sosial yang terdiri atas empati (emphaty) dan keterampilan sosial (social skill).

Aspek-aspek Kecerdasan Emosional


Secara analitis, Goleman mengemukakan bahwa aspek-aspek kecerdasan emosional atau Emotional Intelligence (EI) meliputi hal-hal sebagai berikut:

Kesadaran diri (self awareness)

Mengetahui apa yang kita rasakan pada suatu saat dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri, memiliki tolok ukur yang realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat.

Pengaturan diri (self regulation)

Menangani emosi kita sedemikian berdampak positif kepada pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran, mampu pulih kembali dari tekanan.

Motivasi (motivation)

Menggunakan hasrat kita yang paling dalam untuk menggerakkan dan menuntun kita menuju sasaran, membantu kita mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif dan untuk bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi.

Empati (empathy)

Merasakan apa yang dirasakan orang lain, mampu memahami mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan bermacam-macam orang

Keterampilan sosial (social skill)

Menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar, menggunakan keterampilan-keterampilan ini untuk memengaruhi dan memimpin, bermusyawarah dan menyelesaikan perselisihan dan untuk bekerja sama dan bekerja dalam tim.

EQ Dalam Kepemimpinan


Kaitannya dengan EQ dalam kepemimpinan, menurut Goleman, et al, (2005: 301), bahwa Kecerdasan Emosional menyumbang 80% sampai 90% pada kompetensikompetensi yang membedakan pemimpin menonjol dengan pemimpin biasa. Goleman juga mengemukakan temuannya bahwa peran IQ sedikit sekali dalam menunjang kesuksesan seseorang yakni 20%. Sedangkan 80% disebabkan faktor lain di antaranya kecerdasan emosional atau EQ yang berperan dalam kesuksesan pribadi maupun karier.

Pemimpin yang memiliki kecerdasan emosional akan dapat menghasilkan kepemimpinan yang efektif, begitu juga sebaliknya. Hal ini sebagaimana disampaikan Goleman bahwa: Para pemimpin yang paling efektif memiliki kesamaan dalam satu hal: mereka punya kecerdasan emosional yang tinggi. Kecerdasan umum (IQ) dan keahlian teknis adalah hal penting, menjadi persyaratan dasar bagi keberhasilan eksekutif. Tetapi, tanpa kesadaran emosional yang tinggi, seseorang tidak akan menjadi pemimpin yang efektif. Pemimpin yang menonjol memiliki kecerdasan di atas rata-rata.

Pemimpin yang memiliki empati mampu mendengarkan berbagai tanda emosi, membiarkan diri merasakan emosi yang dirasakan. Pemimpin ini juga mampu untuk mendengarkan dengan cermat dan bisa menangkap sudut pandang orang lain. Empati membuat pemimpin bisa berelasi baik dengan orang-orang dari berbagai latar belakang atau dari budaya lain.

Para pemimpin yang cerdas emosinya, tahu bagaimana mengelola emosinya sendiri yang sedang terganggu sehingga mereka bisa mempertahankan fokusnya, berpikir dengan jelas di bawah tekanan. Mereka tidak perlu menunggu sampai krisis memicu perlunya perubahan; mereka tetap lentur, menyesuaikan dengan realita baru, jauh sebelum orang lain melakukannya dan bukan sekadar bereaksi terhadap krisis di hari itu. Bahkan di tengah perubahan yang cepat, mereka bisa melihat jalan mereka ke masa depan yang lebih cerah, mengkomunikasikan visi itu dengan resonan, memimpin jalannya. 

Referensi:
  • Goleman, Daniel. Working With Emotional Intelligence. London: Clays Ltd. 1999.
  • Goleman, Daniel, et al. Primal Leadership: Kepemimpinan Berdasarkan Kecerdasan Emosi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2005.

Pengertian Kecerdasan Emosional Menurut Goleman

Benahi Dulu Siswa di Sekolah Dasar

Sebagus apapun program sertifikasi, jika Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di Sekolah Dasar (SD) tidak berorientasi kepada output, hasilnya tidak akan memuaskan. Sebaliknya, jika di SD sudah benar, maka dapat dipastikan di jenjang berikutnya pun niscaya akan lancar.

Benahi Dulu Siswa di Sekolah Dasar


Semua tujuan pendidikan yang pernah dicantumkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, mengisyaratkan kehendak adanya perubahan pada diri siswa setelah menempuh pendidikan.

Macam perubahan itu, meningkat seiring dengan jenjang pendidikan yang ada. Adapun perubahan yang diinginkan ada pada diri siswa adalah dalam bentuk kecerdasan, ketakwaan, dan keterampilan. Untuk mencapai itu, tentu saja pendidiknya pun harus yang cerdas, takwa, dan juga terampil.

Jika guru, apakah Ia menempatkan diri sebagai pendidik atau sebagai pengajar tidak cerdas, tidak takwa, dan tidak terampil, masih bisakah pendidikan disebut sebagai usaha sadar?

Bisa jadi masih bisa disebut demikian. Tapi, kesadaran yang ada ialah “sadar bahwa tujuan cerdas, takwa, dan terampil itu tidak akan tercapai.” Bahkan bisa dikatakan “telah tidak tercapai.”

Maka dari itu, hasil pendidikan sebagai usaha sadar setiap pendidik hendaklah tercermin dalam diri siswa. Dengan kata lain, hasil yang ingin dilihat ialah “siswa yang cerdas-siswa yang takwa-siswa yang terampil.”

Mari menengok ke belakang sebagai perbandingan. Jika 50 tahun yang lalu seorang siswa kelas 2 tidak hafal perkalian, maka bisa dipastikan Ia tidak akan naik kelas.

Namun sekarang, bisa di survei bahwa banyak siswa yang tidak hafal perkalian, telah bisa duduk nyaman bahkan di kelas 6.

Jika 50 tahun yang lalu siswa kelas 1 belum bisa membaca, maka bisa dipastikan tidak naik kelas. Namun sekarang, malah banyak anak kelas 6 yang kepandaian membacanya masih sangat menyedihkan.

Dari fakta diatas kita bisa mengevaluasi lebih jauh. Pentingnya Mutu Sekolah Dasar. Walaupun usaha perbaikan pendidikan terus dilakukan, namun hasilnya tidak menjadi lebih baik bahkan dibandingkan 50 tahun yang lalu. 

Karena, semakin ke sini usaha perbaikan pendidikan hanya melulu ditujukan kepada peningkatan mutu guru. Lewat penataran, diklat, seminar, kuliah, dll.

Di tengah situasi seperti itu, jika kita semua masih berkata bahwa dunia pendidikan kita sudah maju, alangkah dustanya kita. Kita seakan mengejar masa lalu orang lain.

Benahi dulu pendidikan dasar, jangan bikin guru stress dengan administrasi kelas. Periksa siswanya, jangan periksa administrasinya, atau sederhanakan administrasi kelasnya.


Benahi Dulu Siswa di Sekolah Dasar

Guru Asing Akan Latih Guru Lokal

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani mengungkapkan gagasan untuk "mengimpor" guru dari luar negeri mengajar di Indonesia.

Guru Asing Akan Latih Guru Lokal

Pernyataan itu menuai kontroversi karena guru dari luar negeri itu dianggap menggantikan peran guru mengajar di kelas, padahal maksudnya untuk mengajar para guru atau instruktur.

“Kita ajak guru dari luar negeri untuk mengajari ilmu-ilmu yang dibutuhkan di Indonesia,” kata Puan saat menghadiri diskusi Musrenbangnas di Jakarta, Kamis 9/5/19.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengatakan yang dimaksud Menko Puan bukan “mengimpor” melainkan “mengundang” guru atau instruktur luar negeri untuk program Training of Trainers atau ToT.

Guru yang didatangkan dari luar negeri bertujuan untuk melatih guru-guru maupun instruktur yang ada di Tanah Air.

“Salah satu pertimbangan Menko PMK Puan Maharani dengan mendatangkan instruktur atau guru dari luar negeri untuk meningkatkan kemahiran instruktur atau guru Indonesia. Juga bisa lebih efisien dari pada mengirim instruktur atau guru Indonesia ke luar negeri,” ujar Mendikbud di Jakarta, Minggu 12/5/2019.

Instruktur luar negeri itu tidak hanya untuk sekolah tetapi juga untuk lembaga pelatihan yang berada di kementerian lain, misalnya Balai Latihan Kerja atau BLK.

“Sasaran utamanya adalah untuk peningkatan kapasitas pembelajaran vokasi di SMK juga pembelajaran science, technology, engineering and mathematics (STEM),” tambah Muhadjir Effendy.

Sebelumnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah mengirimkan sebanyak 1.200 guru ke luar negeri untuk mendapatkan pelatihan selama tiga minggu.

“Mereka ini akan dikirim ke sejumlah negara untuk meningkatkan kompetensinya. Durasinya paling sedikit tiga minggu di luar negeri,” ujar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy usai melepas 1.200 guru ke luar negeri di Jakarta, Rabu 8/5/19.

Dia menambahkan pendanaan dari guru-guru tersebut berasal dari dana Lembaga Pengelola dana Pendidikan (LPDP) dan Kemendikbud. Para guru tersebut belajar mengenai pedagogik di sejumlah negara itu.

Sejumlah negara yang menjadi tujuan ialah Finlandia, Korea, Jerman, Jepang, Prancis, Singapura, China, Rumania, dan Hong Kong.

Populer

Kategori

Artikel Baru

Pojok Redaksi

Selamat datang di website SDN Potoan Laok 1 Palengaan - Pamekasan.