Cerdas IPTEK, Mulia IMTAK : 3 Cara Manfaatkan Gadget untuk Membangun Akhlak Anak Usia SD

Cerdas IPTEK, Mulia IMTAK
Faris Dedi Setiawan Bersama Bapak Dr. Amril Muhammad SE.M.Pd Sekertaris Jendral Asosiasi Cerdas Istimewa Bakat Istimewa Nasional CIBI Indonesia

Assalamu'alaykum wa barakatullahi wa barakatuh,

Kepada Bapak/Ibu Guru dan Para Wali Murid SDN Potoan Laok 1 yang saya hormati,

Perkenalkan, saya Faris Dedi Setiawan, seorang praktisi teknologi yang mendedikasikan diri untuk khidmah (pelayanan) di dunia pendidikan.

Selama ini, kita sebagai guru dan orang tua seringkali memandang gadget (HP/tablet) sebagai "musuh" yang harus diawasi. Kita fokus pada bahayanya—konten negatif, adiksi game, dan lain-lain.

Sikap defensif (melindungi) itu tentu sangat penting. Namun, kita lupa satu hal: Gadget adalah alat yang netral. Ia juga bisa menjadi "sarana" yang luar biasa untuk membangun karakter anak kita.

Tujuan pendidikan di SDN Potoan Laok 1, sebagaimana di semua sekolah, bukan hanya menjadikan anak cerdas IPTEK (Ilmu Pengetahuan & Teknologi), tapi juga mulia IMTAK (Iman & Taqwa).

Bagaimana caranya? Berikut 3 tips praktis memanfaatkan gadget untuk membangun akhlak anak usia SD:

1. Membangun "Amanah" Lewat Game


Amanah (bisa dipercaya) adalah pilar akhlak. Kita bisa melatihnya lewat game.

Ajarkan Anti-Curang: Banyak anak menggunakan cheat (jalan curang) agar menang game. Jelaskan kepada mereka bahwa cheat adalah bentuk ketidakjujuran. Kemenangan yang diraih dengan jujur, meski harus kalah 10 kali dulu, jauh lebih mulia.

Ajarkan Jaga Akun: Ajarkan bahwa akun game atau akun email (jika punya) adalah amanah . Password adalah "rahasia" yang tidak boleh dibagikan. Ini adalah pelajaran dasar cyber security sekaligus pelajaran amanah .

2. Membangun "Empati" Lewat Tontonan Di usia SD, anak adalah peniru ulung. Gadget sering mereka gunakan untuk menonton (YouTube, dll).


Diskusi, Bukan Hanya Menonton: Jangan biarkan anak menonton sendirian. Dampingi. Saat ada adegan yang emosional (misal: di film kartun ada tokoh yang sedih atau diejek), jeda (pause) videonya.

Tanyakan Pertanyaan Kunci: Tanyakan, "Nak, kalau kamu jadi dia, perasaanmu gimana?" atau "Menurutmu, sikap si A ke si B tadi baik tidak?". Ini adalah latihan empati yang sangat sederhana namun sangat efektif.

3. Membangun "Sopan Santun" Lewat Chat Anak-anak sekarang belajar mengetik lebih cepat daripada menulis. Mereka aktif di WhatsApp Group (keluarga atau kelas).


Ajarkan "Adab Mengetik": Ajarkan bahwa mengetik sama dengan berbicara. Beri contoh cara mengirim pesan ke guru: harus diawali salam, gunakan bahasa yang sopan, dan diakhiri terima kasih.

Larang Huruf Kapital: Beri pemahaman bahwa mengetik dengan "HURUF BESAR SEMUA" di dunia digital itu sama dengan "BERTERIAK" atau "MARAH-MARAH".

Penutup


Ini Ikhtiar Bersama Bapak/Ibu Guru dan Wali Murid sekalian, Mari kita ubah cara pandang kita. Jangan hanya "mengawasi" gadget, tapi mari kita "gunakan" gadget itu sebagai alat untuk menanamkan nilai-nilai luhur.

Ikhtiar kita di SDN Potoan Laok 1 adalah menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas otaknya, tapi juga mulia akhlaknya, baik di dunia nyata maupun di dunia maya.

Wassalamu'alaykum wa barakatullahi wa barakatuh.


Tentang Penulis :

Faris Dedi Setiawan adalah Pakar Keamanan Siber, Google Developer Expert, dan Founder dari Whitecyber. Beliau mendedikasikan keahliannya untuk khidmah (melayani) dunia pendidikan di Indonesia dengan berlandaskan nilai-nilai amanah dan integritas.

Teori Pembelajaran Behavioristik

Teori behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage, Gagne dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik.

Teori Pembelajaran Behavioristik



Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.

Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes.

Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan.Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/ buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut.Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.

Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar.Maksudnya bila siswa menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran.Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan siswa secara individual.

Prinsip-Prinsip dalam Teori Behavioristik


  1. Obyek psikologi adalah tingkah laku.
  2. Semua bentuk tingkah laku di kembalikan pada reflek.
  3. Mementingkan pembentukan kebiasaan.
  4. Perilaku nyata dan terukur memiliki makna tersendiri.
  5. Aspek mental dari kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik harus dihindari.

Tokoh-Tokoh Aliran Behaviorisme


Edward Lee Thorndike


Menurutnya belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, juga dapat berupa pib.

John Watson


John Watson dikenal sebagai pendiri aliran behaviorisme di Amerika Serikat. Karyanya yang paling dikenal adalah “Psychology as the Behaviourist view it” (1913). Menurut Watson dalam beberapa karyanya, psikologi haruslah menjadi ilmu yang obyektif, oleh karena itu ia tidak mengakui adanya kesadaran yang hanya diteliti melalui metode introspeksi. Watson juga berpendapat bahwa psikologi harus dipelajari seperti orang mempelajari ilmu pasti atau ilmu alam.Oleh karena itu, psikologi harus dibatasi dengan ketat pada penyelidikanpenyelidikan tentang tingkahlaku yang nyata saja.Meskipun banyak kritik terhadap pendapat Watson, namun harus diakui bahwa peran Watson tetap dianggap penting, karena melalui dia berkembang metode-metode obyektif dalam psikologi.kiran, perasaan, gerakan atau tindakan.teori ini sering disebut teori koneksionisme.

Kajian tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperti Fisika atau Biologi yang berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur. Belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon, namun keduanya harus dapat diamati dan diukur.

Edwin Guthrie


Guthrie lahir pada 1986 dan meninggal pada 1959.Dia adalah professor psikologi di university of Washington dari 1914 dan pensiun pada 1956.Karya dasarnya adalah The Psychology of Learning, yang dipublikasikan pada 1935 dan direvisi pada 1952.Gaya Tulisanya mudah diikuti, penuh humor, dan banyak menggunakan banyak kisah untuk menunjukkan contoh ide-idenya. Tidak ada istilah teknis atau persamaan matematika, dan dia sangat yakin bahwa teorinya atau teori ilmiah apa saja harus dikemukakan dengan cara yang dapat dipahami oleh mahasiswa baru. 

Dia sangat menekankan pada aplikasi praktis dari gagasanya dan dalam hal ini mirip dengan Thorndike dan Skinner.Dia sebenarnya bukan eksperimentalis meskipun jelas dia punya pandangan dan orientasi dan eksperimental.Bersama dengan Horton, dia hanya melakukan satu percobaan yang terkait dengan teori belajarnya, dan kita aakan mendiskusikan percobaan ini.Tetapi dia jelas seorang Behavioris. 

Dia bahkan menggangap teoritisi seperti Thorndine, Skinner,Hull,Pavlov dan Watson masih sangat subyektif dan dengan menerapkan hukum Parsimoni secara hati-hati akan dimungkinkan untuk menjelaskan semua fenomena belajar dengan menggunakan satu prinsip. Seperti yang akan kita diskusikan di bawah satu prinsip ini adalah: Hukum asosiasi aristoteles karena alasan inilah kami menepatkan teori behavioristik Guthrie dalam paradigma asosiasionistik.

Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan. Hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang

Burrhus Frederic Skinner


Konsep-konsep yang dikemukanan tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Respon yang diterima seseorang tidak sesederhana konsep yang dikemukakan tokoh sebelumnya, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi.Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku.

Populer

Kategori

Artikel Baru

Rekomendasi Blog