Ruang Lingkup Belajar Anak

Anak memiliki karakteristik yang berbeda dengan orang dewasa dalam berperilaku. Dengan demikian dalam hal belajar anak juga memiliki karakteristik yang tidak sama pula dengan orang dewasa. Karakteristik cara belajar anak merupakan fenomena yang harus dipahami dan dijadikan acuan dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran untuk anak usia dini. 

Ruang Lingkup Belajar Anak


Adapun karakterisktik cara belajar anak adalah :

Anak belajar melalui bermain


Dalam kenyataan di lapangan ternyata masyarakat Indonesia masih memiliki pemikiran bahwa pembelajaran yang senantiasa dilakukan pada pendidikan dasar adalah membaca,menulis dan berhitung (calistung) baik itu di sekolah dasar maupun di Taman kanak-kanak sekalipun. Belajar calistung memang pada dasarnya penting karena hal tersebut merupakan dasar untuk mengembangkan pengetahuan selanjutnya yang akan dipelajari anak pada tingkatan yang lebih tinggi.

Tetapi berbicara anak usia dini yang merupakan usia golden age calistung bukanlah suatu hal yang utama dalam pembelajaran karena pada usia ini pengembangan tidaklah hanya pada otak kiri saja melainkan harus ada keseimbangan antara otak kiri dan otak kanan, yang pada dasarnya menurut beberapa penelitian akan terjadi kemampuan yang luar biasa ketika kedua otak tersebut dapat difungsikan. Selain itu,hasil temuan Orstein menjelaskan bahwa orang-orang yang sudah dilatih untuk menggunakan suatu belahan otak secara eksklusif relatif tidak mampu menggunakan belahan otak lainnya.

Selain itu, temuannya juga menjelaskan jika bagian otak yang lebih lemah dirangsang dan di dorong untuk difungsikan bersama-sama dengan bagian yang lebih kuat,maka hasilnya adalah adanya sutu peningkatan dalam keseluruhan kecakapan. Berdasarkan pada penemuan tersebut membuktikan bahwa membaca,menulis dan berhitung bukan merupakan fokus utama dalam pendidikan anak usia dini.

Berdasarkan pada isu diatas, National Association for the education of young children Amerika Serikat (NAEYC) menertibkan suatu panduan pendidikan bagia anak usia dini yang salah satunya menekankan penerapan bermain (termasuk bernyanyi dan bercerita) sebagai alat utama belajar anak. Sejalan dengan itu, kebijakan pemerintah Indonesia di bidang pendidikan usia dini (1994/1995) juga menganut prinsip “bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain”

Tetapi budaya atau anggapan masyarakat tentang aktifitas bermain yang hanya dianggap membuang-buang waktu anak masih saja ada. Berkenaan dengan hal tersebut,Maxim menjelaskan bahwa sekurang-kurangnya ada dua alasan yang menyebabkan orang kurang menghargai aktivitas bermain anak. Pertama adalah pengaruh historis dari etika bekerja.

Etika bekerja mengimplikasikan bahwa segala aktivitas yang berhubungan dengan kesenangan bukanlah bekerja. Kedua adalah karena pengaruh langsuang yang diperolah dari aktivitas bermain tidak jelas,sedangkan pengaruh langsung dari kegiatan pengajaran terstruktur dapat dengan mudah diketahui.

Anak belajar dengan cara membangun pengetahuannya.


Hal ini dapat diartikan bahwa anak belajar dengan pengalamannya secara langsung, guru hanya bertugas memberikan fasilitas dan stimulus pada anak agar anak terangsang untuk melakukan sebuah aktifitas pembelajaran sehingga pada akhirnya anak akan mendapatkan sebuah pengalaman baru yang nantinya akan disimpulkan menjadi sebuah proses belajar yang berawal dari ketidaktahuan menjadi tahu sebagai akibat dari pengalaman langsung tersebut.

Anak belajar secara alamiah.


Anak belajar dengan kemampuan, potensi serta apa yang dia miliki tanpa ada paksaan atau tuntutan yang berlebihan, sehingga anak tumbuh dan berkembang sesuai dengan fitrahnya melalui cara belajar alamiah.

Anak belajar paling baik jika apa yang dipelajarinya mempertimbangkan keseluruhan aspek pengembangan, bermakna, menarik, dan fungsional.


Dari pernyataan tersebut bisa kita teliti satu persatu, yang pertama adalah mempertimbangkan keseluruhan aspek pengembangan, pada dasarnya pembelajaran pada anak usia dini dilakukan secara terintegrasi dan berdasarkan tema sehingga aspek perkembangan yang dikembangkanpun bervariasi hal tersebut berdasarkan pada teori multiple intelegensi yang disampaikan oleh Garner,yang menyatakan bahwa anak memiliki banyak sekali potensi dan semua potensi tersebut harus berusaha dikembangkan yang pada akhirnya akan diketahui potensi mana yang dinggap paling menonjol.

Kedua bermakna, system belajar pada anak usia dini harus dilaksanakan seefektif mungkin sesuai dengan karakteristik anak usia dini itu sendiri sehingga pembelajaran akan menghasilkan suatu perubahan pada perkembangan anak dan tidak hanya sekedar pentransferan ilmu saja melainkan harus ada makna dibalik pembelajaran tersebut.

Ketiga menarik, tentu saja ketika anak merasa tertarik dengan pembelajaran akan timbul semangat dan keingintahuan anak tentang apa yang dibahas oleh guru, hal tersebut juga melatih anak agar memiliki jiwa kreatif.

Terakhir adalah fungsional yang berarti anak akan belajar apabila yang dipelajarinya itu sesuai dengan kebutuhan dirinya.

Populer

Kategori

Artikel Baru

Rekomendasi Blog